Dia dianggap sebagai pencetus serangan bom bunuh diri di Gereja Katolik Roma di Filipina pada 27 Januari lalu yang mengorbankan 23 orang dan mencederakan 100 lainnya. Dalam insiden tersebut, menteri dalam negeri Filipina menyatakan pelaku serangan adalah pasangan suami-isteri yang berasal dari Indonesia.
Tidak seperti komandan ISIS di Filipina lainnya yang sudah dikenali, pemimpin baru mereka dilaporkan tidak pernah mendapat mana-mana latihan dari luar negeri, mempunyai nama samaran dan kaitannya juga tidak dikenali.
Bukan hanya serangan bunuh diri di Gereja Katolik akhir Januari lalu, Hatib Hajan Sawadjaan juga dikatakan mengetuai serangan bom bunuh diri berdekatan Pulau Basilan pada Julai lalu. Sejak dari peristiwa itu, namanya menjadi sebutan Amerika Syarikat dalam usaha memerangi keganasan khususnya di Asia Tenggara.
Laporan Bahagian Pertahanan AS kepada Kongres baru-baru ini menyebut Sawadjaan adalah ‘pejabat pemimpin’ ISIS di Filipina. Dalam laporan itu juga menyebut hingga akhir tahun lalu ISIS di Filipina belum memiliki pemimpin yang menunjukkan dari ISIS di Timur Tengah.
Menteri Dalam Negeri Filipina, Eduardo Ano menyatakan unit cawangan khas mendapat maklumat yang menyebut Sawadjaan, iaitu pemimpin kelompok Abu Sayyaf di Jolo dipilih sebagai pemimpin ISIS dalam sebuah majlis tahun lalu. Tiga kelompok ekstremis lain juga dilaporkan sebagai sekutu ISIS.
Kelompok Abu Sayyaf yang dibentuk pada 1990-an sebagai cabang dari pemberontak pembebasan Muslim di selatan Filipina kehilangan pemimpin mereka dalam serangan awal.
Kini di usianya yang sudah menginjak 60-an, Sawadjaan adalah pendatang baru dalam dunia pengganas.
Kemunculannya bermula dari banyaknya pimpinan kelompok militan yang mempunyai kaitan dengan Al-Qaeda dan kemudian ISIS tewas dan tertangkap dalam operasi ketenteraan. Kekalahan besar mereka adalah pada tahun 2017, sejumlah tentera asing dan komandan dalaman mereka kalah dalam pertempuran selama lima bulan di Marawi.
Di antara pemimpin mereka yang tewas adalah Isnilon Hapilon, pemimpin Abu Sayyaf, orang pertama yang menjadi pemimpin ISIS di Filipina.
“Sawadjaan nampaknya muncul kerana sudah tidak ada lagi pemimpin atasan dan tidak ada lagi pemimpin lain yang tinggal. Hampir semuanya sudah terkorban,” kata Ano, bekas pemimpin tentera yang memimpin pengepungan di Marawi dan kini menjadi menteri dalam negeri.
Selama hidupnya Sawadjaan tinggal di pergunungan di kawasan miskin Jolo dan dia bukanlah dari kalangan orang yang akan dihubungi oleh pihak militan asing untuk memperluas jaringan mereka. Kemunculannya memperlihatkan ISIS sangat memerlukan orang yang boleh dijadikan tempat perlindungan bagi para militannya ketika kekalahan ISIS di Syria.
“Untuk meneruskan tindakan keganasannya, ISIS memerlukan orang, di situlah fungsi kemunculan Sawadjaan,” kata Ano dalam wawancara bersama the Associated Press. Dia mengganggarkan Sawadjaan memimpin sekitar 200 tentera militan dan pengikut.
Pihak ketenteraan yang memantau Abu Sayyaf mengatakan, Sawadjaan lahir dari keluarga petani di tengah Muslim Jolo dan dipercayai hanya berkelulusan sekolah menengah. Faktor kemiskinan menjadikannya sebagai penebang kayu di hutan di pinggir Kota Patikul. Dia kemudian berkahwin dengan seorang perempuan dari Tanum, sebuah kampung di pegunungan yang menjadi markas utama Abu Sayyaf beberapa tahun kemudian.
Sawadjaan pada awalnya bersama mengangkat senjata bersama anggota Barisan Pembebasan Nasional Moro, kelompok pembebasan terbesar di selatan Filipina yang pada tahun 1996 akhirnya menandatangani perjanjian wilayah autonomi dengan pemerintah Filipina. – merdeka.com