Setiausaha Agung Hizbullah, Sayyid Hasan Nasrallah dalam wawancara dengan al-Mayadeen membincangkan kemungkinan tindakan yang akan diambil Donald Trump dalam beberapa hari akan datang.
Beliau berkata, semua kemungkinan berkaitan hal ini boleh berlaku, terutamanya dengan melihat karakteristik gila pada diri Trump. Namun, menurutnya, semua pernyataan dan tindakan itu tak lebih dari perang saraf Amerika-Israel terhadap Paksi Perlawanan.
Meskipun menegaskan betapa pentingnya menjaga kewaspadaan di hari-hari terakhir kekuasaan Trump, namun Sayyid Nasrallah menganggap kegemparan media yang dilakukan Zionis sebenarnya menunjukkan bahawa tiada langkah nyata di balik semua hiruk-pikuk media ini.
Berhubung Syahid Qassem Soleimani, Setiausaha Agung Hizbullah menggelarnya sebagai figur kharismatik yang mampu memengaruhi orang-orang yang bahkan belum mengenalnya.
“Saya merindukannya. Saya merasakan kehadirannya di sisi saya di banyak tempat, hari-hari berat, dan di saat-saat suka atau duka. Saya sangat merisaukan dirinya sebelum ia gugur, dan kerap memberinya peringatan,” ujar Sayyid Nasrullah, seperti dipetik oleh Fars.
Ia menyebut Syahid Abu Mahdi al-Muhandis sebagai orang yang sangat dekat dengan Syahid Soleimani. Ia mengatakan, andai Syahid Soleimani gugur sendirian, maka Syahid Abu Mahdi adalah orang yang paling bersedih ekoran betapa eratnya hubungan mereka.
“Abu Mahdi adalah salah satu orang yang pernah dicalonkan untuk menjadi PM Iraq. Namun ia lebih memilih untuk berjuang di lapangan,” kata Sayyid Nasrallah.
Dalam wawancara tersebut, Sayyid Nasrallah menjelaskan bagaimana Hizbullah dapat memiliki peluru berpandu Kornet Rusia untuk digunakan dalam perang melawan Israel. Ia menjelaskan, Kementerian Pertahanan Syria membeli membeli peluru berpandu dengan wang itu, lalu memberikannya kepada Hizbullah.
Menurutnya, Syahid Soleimani adalah salah seorang yang menghendaki agar peluru berpandu Kornet itu diserahkan kepada Paksi Perlawanan di Gaza, karena ia tidak pernah berhenti menyokong perjuangan Palestin.
Presiden Bashar Assad, kata Sayyid Nasrallah, secara pribadi menyetujui pembelian dan penghantaran peluru berpandu buatan Rusia itu untuk Hamas dan Jihad Islami di Gaza.
Setiausaha Agung Hizbullah itu menyatakan, negara-negara Arab membenarkan normalisasi dengan mengaku “untuk membendung pengaruh Iran di Kawasan itu”. Walhal, menurutnya, negara-negara Arab ini menganggap Palestin sebagai beban yang membenani bahu mereka, sehingga mereka ingin terbebas darinya.
“Dahulu, Amerika dan Israel mempersilakan sebagian rejim Arab untuk bercakap apa saja (dalam membela Palestin dan mengecam Israel). Namun situasi hari ini sudah berubah. Hanya sekadar bercakap untuk membela Palestin pun memiliki akibat yang tersendiri,” tegasnya.
Sumber berita: Poros Perlawanan